Senin, 02 April 2012

perbedaan lampung sai batin dan pepadun


SANG BUMI KHUWA JUKHAI
Pepadun khik Sai batin


Kakayaan sumber daya alam yang melimpah ruah, merupakan salah satu kekuatan besar yang mampu membuat perubahan peradaban. Namun kualitas sumber daya manusia merupakan bagian yang sangat penting untuk membawa perubahan-perubahan tersebut. Kopi, lada, cengkeh, kekayaan tambak udang, kekayaan bahari laut, hutan yang menghijau sebagai paru-paru dunia, gajah Lampung, harimau Sumatera dan masih banyak lagi anugerah tuhan yang masih tersembunyi, kesemuanya adalah suatu kekayaan yang disadari oleh orang Lampung. Banyak para peneliti sejarah di Lampung berkesimpulan bahwa provinsi ini berkembang atas pijakan ekonomi hasil pertanian, terutama rempah-rempah yang dimulai jauh sebelum Kerajaan Tulang Bawang, walaupun Lampung tidak pernah menjadi pusat kerajaan besar seperti Sriwijaya dan Majapahit.
Sejarah kejayaan itu sangatlah baik jika terus dipertahankan, tentu saja dengan jalan terus berperadaban secara lurus turun temurun dari nenek moyang. Persaingan kejayaan memang tidak dapat dipungkiri karena itu semua menuntut keeksistensian, hilangnya kejayaan masa lalu barangkali disebabkan ketidak mampuan bersaing dan menjaga keeksistensian hingga kita tenggelam dan hanya menjadi cerita dongeng atau legenda masyarakat, cerita kesombongan.
Provinsi Lampung saat ini merupakan buah dari peradaban masa lalu seperti dalam hal kebudayaannya. Sai batin dan Pepadun adalah cabang dari kesatuan Lampung yang memiliki ciri kebudayaannya masing-masing, keduanya saling menjaga keeksistensian dalam budaya. Saibatin yang diidentikan sebagai masyarakat pesisir dan pepadun adalah masyarakat adat yang hidup dibagian tengah Provinsi Lampung. Dua corak masyarakat adat inilah yang saling mempertahankan eksistensinya, dan persaingannya nampak jelas sekali. Seperti didalam menguraikan sejarah lampung masing-masing memiliki pendapat besar yang sangat dipertahankan. Sejarah Kerajaan Skala Brak yang dianut oleh masyarakat adat Sai Batin menyebutkan bahwa tanah tua atau cikal bakal Lampung adalah berawal dari dataran skala brak yakni gunung pesagi dan sekitarnya, yang dikenal dengan Paksi Pak Skala Brak yang bukti sejarahnya masih dilestarikan hingga saat ini mulai dari kitab tua (tambo), peninggalan sejarah hingga kegiatan adat kerajaannya. Sejarah Kerajaan Tulang Bawang menurut para penelitinya adalah suatu kerajaaan tertua di Lampung yang saat ini masih dalam usaha pencarian lengkap mengenai bukti-bukti sejarahnya serta masih dalam rangka mempertahankan eksistensinya mulai dari menciptakan candi dan miniatur kerajaan tulang bawang, karena dipercaya pusat kerajaan tulang bawang berada di sungai tulang bawang.
Ada hal penting yang dikatakan oleh Sultan Lampung Paksi Buay Pernong Kerajaan Paksi Pak Sekala Brak Pun Edward Syah Pernong Gelar Sultan Pangeran Raja Selalau Pemuka Agung Dengian Paksi, pada saat mengisi seminar budaya lampung yang diselenggarakan oleh Lembaga Peduli Budaya Lampung (LPBL) di GSG IAIN Radin Intan, Bandar Lampung, “masyarakat Lampung hanya memiliki satu budaya, yaitu Pepadun,” ujar Puniakan Beliau. Jika kita lihat pernyataan diatas secara tekstual maka timbul pertanyaan bagaimana dengan sai batin? apa makna pepadun sebenarnya?, untuk mendapatkan jawaban dan penjelasan dari pertanyaan diatas ternyata Pun Edward Syah Pernong pun memberi pejelasan dalam pernyataan lanjutannya, ”kita harus meninjau dari sudut geografis bahwa pepadun yang sarat dengan kepenyimbangan merupakan system masyarakat adat yang hidup dibagian tengah provinsi ini sedangkan sai batin adalah system komunikasi adat yang hidup di bagian Pesisir Lampung” dan ada dua tradisi yang mengkristal: pepadun hidup dengan system nilai yang kental demokratis, sai batin cenderung aristokratis.

Kata Pepadun dari tradisi yang merata di Provinsi Lampung dapat kita artikan tempat duduk dalam pengangkatan seorang pemimpin adat, dari tinjauan cikal bakal orang Lampung sejarah Paksi Pak Sekala Brak bahwa dahulu Pepadun pertama dibuat dari sebuah kayu yang menjadi sesembahan suku tumi yang berfaham animisme didaerah gunung pesagi, untuk merubah kepercayaan mereka maka ke-empat paksi dari Paksi Pak Skala Brak menebang kayu yang bernama melasa kepampang tersebut kemudian dijadikan pepadun dan selanjutnya digunakan sebagai sarana pengangkatan Sai batin sultan dari masing masing kepaksian ketika telah tiba waktunya gelar itu diturunkan, dan hingga saat ini pepadun tersebut masih disimpan oleh salah satu dari Kepaksian Skala Brak. Selanjutnya guna perluasan dan perpindahan masyarakat skala brak maka merekapun atas perintah kerajaan pepadun yang nanti digunakan untuk pengangkatan seorang pemimpin bagi kelompoknya di daerah baru, dan wajar rasanya jika untuk selanjutnya seorang pemimpin dipilih dengan pertimbangan “memiliki finansial yang cukup”. Dan karena tradisi diatas hidup dan berkembang maka masyarakat tersebut diidentikan sebagai masyarakat pepadun, walaupun sebenarnya Pepadun pada awalnya bukanlah nama sebuah kelompok adat, dan dari uraian diataslah memang benar bahwa masyarakat Lampung hanya memiliki satu budaya, yaitu Pepadun, .
Sai Batin saat ini juga diidentikan dengan sebuah nama kelompok masyarakat adat di pesisir Lampung, perbedaan yang mencolok dengan masyarakat adat pepadun jika dilihat dari pakaian kebesaran atau pakain adatnya, khususnya pada bagian mahkota baik pria ataupun yang wanitanya, jika sai batin pada siger (mahkota wanita) memiliki tujuh lekuk atau tingkat namun pada adat pepadun terdapat sembilan lekuk atau tingkat, jika pada sai batin memakai tungkus yaitu mahkota untuk pria yang terbuat dari kain dan di ujung depan diberi belalai atau seperti cula namun pada pepadun bermahkotakan yang terbuat dari kuningan atau sejenisnya, dan masing-masingpun memiliki arti dan makna. Dari bahasanya mayoritas masyarakat pesisir sai batin berdialek A contoh dalam kata “apa” menjadi “api”, dan dalam pepadun mayoritas menggunakan dialek O contoh dalam kata “apa” menjadi “nyow” dan masih banyak lagi perbedaan. Jika diartikan Sai batin berasal dari kata Sai (yang/satu) dan Batin (kaya/berkuasa), dapat pula diterjemahkan menjadi yang kaya, yang berkuasa, atau satu yang dianggap kaya, satu yang dianggap berkuasa. Yang kaya dan satu yang dianggap berkuasa adalah seorang sultan (raja), seorang Sai Batin Sultan haruslah keturunan Sultan pula, gelar atau adok (Dalom, Sultan) panggilan (Pun, Sai Batin), rumah adat/keraton (Lamban Gedung), perangkat adat (perangkat kerajaan) secara khusus wajib dan harus hanya dimiliki sultan tidak boleh ada yang dipersembahkan untuk selainnya. Ada tujuh tingkatan dari yang tertinggi yaitu Sai batin Sultan, Raja jukku, Batin, Radin, Minak, Kimas dan Mas, masing masing memiliki ketentuan mengenai hal keadatan.
Perbedaan dari keduanya memang tidak bisa disatukan, hanya saja mungkin bisa diambil benang merah seperti yang disampaikan Pangeran Edward Syah Pernong, bahwa Sai Batin dan Pepadun memiliki akar budaya yang sarat akan kepemimpinan adat atau punyimbang, dan itulah yang dinamakan budaya Pepadun (namun bukan pepadun yang bermakna nama dari kelompok masyarakat adat). Dan yang jelas saat ini keduanya tinggal dalam satu daerah otonomi yang disebut Lampung, oleh karena itu dari seluruh kegiatan adat keduanya merupakan cerminan Lampung.
Seiring berlajalannya masa dan perkembangan zaman akhirnya di Lampung dikenal dengan dua jurai atau dua cabang budaya tradisi yaitu Sai Batin dan Pepadun, karena keduanya hidup seatap di tanah (bumi lampung) maka muncul kalimat “Sang Bumi Khuwa Jukhai”, Sang berarti se, mengapa se? tidak lain adalah karena dalam tradisi masyarakat Lampung jika ingin menyebutkan dua atau lebih dari komponen yang terdapat dalam satu tempat atau wadah maka dipilih kata sang/se, contoh way kupi sang gelas (segelas air kopi), budi khik rudi, tian khua sang lamban (budi dan rudi, mereka berdua se-rumah). Sama halnya dengan se-bangsa, -se-tanah air dan se-perjuangan. Sai Batin khik Pepadun jadi sai dilom lamban, Lampung sai, sang bumi khuwa jukhai ( Sai Batin dan Pepadun Jadi Satu didalam wadah, Lampung satu, se-bumi dua cabang ). Kita ini sang bumi (se-bumi) di bumi Lampung, pesisir khik pepadun sang bumi di bumi lampung. Kesatuan dua jukhai besar dalam Lampung menjadi pekerjaan rumah bagi masyarakat Lampung serta Pemerintah Lampung dalammelauai usaha keadilan dan kebijkasanaan sosial.
Namun tidak hanya keharmonisan dari dua kebudayaan besar tersebut yang harus terus diusahakan dan dipertahankan, saperti apa yang tertulis diawal, saat ini semua kebudayaan yang ada di bumi Lampung harus mampu mempertahankan keeksistensiannya, karena banyak sekali tantangan baik dari luar Lampung seperti arus globalisasi maupun tantangan faktor internal kita seperti perubahan pola pikir masyarakat modern, perhatian pemerintah belum merata yang mungkin disebabkan oleh para pejabat pemerintahan yang masih pandang bulu dalam memunculkan suatu daerah dalam artian ego asal daerahnya masih lebih besar dari pada kepentingan keadilan sosial, dan atau mungkin masyarakat Lampung yang masih belum berbudaya santun (peluang kriminalitas tinggi) hingga pembangunan dan kebijakan dari pemerintahpun sulit ditempatkan.
Dari seluruh persoalan diatas , disinilah sebenarnya fungsi kebudayaan, adat tradisi dari Sai Batin maupun Pepadun yang telah terbentuk saat ini, untuk mampu mencerminkan budayanya yang luhur, peduli, santun, cerdas mampu menyelesaikan persoalan masyarakat adatnya. Adok atau gelaran kepenyimbangan yang didapat seseorang dari prosesi Pepadun bukan hanya sebagai gengsi atau performans belaka, akan tetapi lebih kepada bagaimana meneruskan nilai luhur dari nenekmoyangnya terdahulu. Sehingga nilai Kepepadunan (kepemimpinan/kepenyimbangan) berfungsi untuk dapat membina dan menaungi masyarakat adatnya agar keeksistensian tetap dipertahankan, serta seluruh program, kebijakan, pembangunan dari Pemerintah Lampung dapat benar benar terwujud dengan baik.
Semua makna dan tugas yang tertulis diatas adalah beberapa bagian yang telah termaknai dari wujud kalimat besar yang telah menjadi kalimat resmi dalam pita Lambang Lampung, dua jukhai di Lampung harus mampu menginterpretasikan apa yang menjadi tuntutan jika kita terdapat dalam satu bingkai Lampung Sai, Sang Bumi Khuwa Jukhai.
Sang Bumi Sai Hati Beguai Jejama
Sang Bumi, Seno Do Khencaka
Sang Bumi Sai Batin Khik Pepadun
Sang Bumi Tabik Sikindua Pun

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jika Anda Menyukai Artikel ini Mohon Klik Like di Bawah ini:

Komentar: