Ditengah modernisasi makin kuat dan untuk mengendalikan kehidupan
sehari-hari masyarakat, propinsi lampung tetap konsisten mempertahankan
adat istiadatnya. Di lampung Wai Kanan, salah satu adat yang masih
dipertahankan yakni pemberian gelar bagi seseorang yang akan menjadi
penyeimbang tatakrama adat dan budaya.
Prosesi pemberian gelar adat ini, diawali dengan arak-arakan rombongan pria dan wanita dalam busana adat Lampung Wai Kanan. Sang tokoh yang akan dianugerahi gelar adat beserta istrinya, kemudian diangkat dengan jempana jelma, dipayungi dengan dua payung agung dan aban telapa, serta diiringi dua buah canan.
Arak-arakan ini berakhir didepan para penyeimbang marga dari lima kebuayan. Pada prosesi ini dua pelaku yang mewakili penyeimbang marga, dan tokoh yang akan diberi gelar adat membacakan pantun.
Ritual tahapan pertama ini kemudian dilanjutkan dengan arak-arakan sang tokoh beserta istri, dalam panca aji atau tata. Pada tahapan ini sang tokoh mendapat kehormatan sekapur sirih dari para penari yang membawakan tari semba.
Terakhir sang tokoh diangkat dengan jempana jelma, daan berdiri diatas dua buah pepadun, yang diapit dengan dua buah kepala kerbau sebagai tumbal.
Penyeimbang marga lima kebuayan, kemudian menari minjak harganigol, sambil mengacungkan uang sabagai simbol penghormatan.
Begawi adat yang digelar oleh peyeimbang marga dari lima kebuayan ini biasanya digelar untuk mengangkat raja baru, yang akan naik tata sebagai penyeimbang marga.
Prosesi adat Lampung Waikanan yang sarat dengan ritual mistik ini, akan berlangsung selama tiga hari tiga malam. Setelah menjadi bagian dari penyeimbang marga, tokoh yang dianugrahi gelar adat akan memiliki hak suara untuk mengatur tatatiri kultur adat dan budaya di kabupaten Waikanan.
Prosesi pemberian gelar adat ini, diawali dengan arak-arakan rombongan pria dan wanita dalam busana adat Lampung Wai Kanan. Sang tokoh yang akan dianugerahi gelar adat beserta istrinya, kemudian diangkat dengan jempana jelma, dipayungi dengan dua payung agung dan aban telapa, serta diiringi dua buah canan.
Arak-arakan ini berakhir didepan para penyeimbang marga dari lima kebuayan. Pada prosesi ini dua pelaku yang mewakili penyeimbang marga, dan tokoh yang akan diberi gelar adat membacakan pantun.
Ritual tahapan pertama ini kemudian dilanjutkan dengan arak-arakan sang tokoh beserta istri, dalam panca aji atau tata. Pada tahapan ini sang tokoh mendapat kehormatan sekapur sirih dari para penari yang membawakan tari semba.
Terakhir sang tokoh diangkat dengan jempana jelma, daan berdiri diatas dua buah pepadun, yang diapit dengan dua buah kepala kerbau sebagai tumbal.
Penyeimbang marga lima kebuayan, kemudian menari minjak harganigol, sambil mengacungkan uang sabagai simbol penghormatan.
Begawi adat yang digelar oleh peyeimbang marga dari lima kebuayan ini biasanya digelar untuk mengangkat raja baru, yang akan naik tata sebagai penyeimbang marga.
Prosesi adat Lampung Waikanan yang sarat dengan ritual mistik ini, akan berlangsung selama tiga hari tiga malam. Setelah menjadi bagian dari penyeimbang marga, tokoh yang dianugrahi gelar adat akan memiliki hak suara untuk mengatur tatatiri kultur adat dan budaya di kabupaten Waikanan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar