Kamis, 18 April 2013

Semua Etnis Harus Pahami Budaya Lampung



Oleh Hi. Andi Ahmad  Sampurna Jaya (Tokoh Seniman dan Budaya Lampung/Mantan Bupati Lampung Tengah)
Menelisik pecahnya konflik horizontal di Lampung akhir-akhir ini sangat memprihatinkan kita semua. Apalagi, konflik etnis hanya disebabkan kesalahpahaman belaka. Bukan persoalan prinsip. Sehingga, sangat mengganggu hubungan antar kekerabatan serta persaudaraan beda suku dan agama dalam koridor NKRI.

    KITA semua sepakat apa pun suku dan agama, baik asli maupun pendatang,  mengaku sebagai warga Lampung. Apalagi kita hidup berkeluarga. Dan, membangun bumi lada dengan segala pengorbanan kita untuk meraih kesejahteraan juga kemakmuran bersama. Namun, jerih payah kita sebagai masyarakat Lampung bersatu janganlah  ternodai oleh perbedaan antarmasyarakat dan suku yang menjadi pemicu maupun pemantik dendam kesumat di antara anak bangsa.
    Sebagai masyarakat Lampung, harus memahami budaya Lampung yang terdiri dua jurai. Pertama, Pepadun. Kedua, Seibatin/Pesisir. Dialek Pepadun adalah Nyo (apa). Sedangkan dialek Seibatin yakni Api (apa).
    Lampung mengandung keunikan, meski memiliki bahasa daerah sendiri. Bahasa yang digunakan terutama di kota-kota tidak lagi menggunakan bahasa Lampung, melainkan Indonesia. Bahkan, di kampung-kampung tertentu masyarakat asli suku Lampung sangat fasih dengan bahasa suku pendatang khususnya Jawa. Ini membuktikan bahwa suku Lampung dapat menerima saudara-saudaranya dari suku lain, luar Lampung (akulturasi), dan dapat hidup bersama berdampingan secara damai dalam bermasyarakat.  Hal ini sesuai dengan salah satu falsafah Lampung ’’Nemui Nyimah’’ (menghormati tamu dan ramah).  
    Dalam kehidupan bermasyarakat, mereka dapat bekerja sama dalam semua hal walau ada perbedaan etnis, budaya, dan kepercayaan. Hal ini dapat dilihat Lampung merupakan tempat perpindahan penduduk pendatang khususnya suku Jawa dari era kolonisasi pertama zaman Belanda. Antara lain, Gedungtataan, Lampung Tengah, dan Metro. Demikian pula disusul oleh suku-suku lain seperti Bali, Palembang, Batak, dan Minang.
    Lampung merupakan penduduk yang sangat heterogen. Lalu dapat disebut Lampung sebagai miniatur Indonesia. Hal ini tentunya bukanlah sesuatu yang mudah dalam menyikapi dan menjaga keutuhan bersama dalam bentuk kesatuan dan persatuan.
    Sebagaimana kita ketahui, akhir-akhir ini telah terjadi insiden berdarah antarmasyarakat di Lampung Selatan. Yakni Desa Balinuraga, Kecamatan Waypanji, dengan Desa Agom, Kecamatan Kalianda. Lalu Lampung Tengah antara warga  Desa Kesumadadi,  Kecamatan Bekri, dengan  warga Desa Buyut,  Kecamatan Gunungsugih, karena dipicu masalah kriminal.
    Masalah ini sebenarnya tidak perlu terjadi apabila semua pihak dapat mengantisipasi keadaan masyarakat yang mempunyai potensi kerusuhan.
Dengan cara, pertama, pemda setempat bersama muspida serta tokoh agama, adat, dan masyarakat melakukan pendekatan. Kedua, aparat keamanan dapat bertindak secara tegas kepada mereka yang melanggar hukum. Ketiga, seyogyanya pemerintah daerah dapat memberikan tali asih kepada pihak-pihak masyarakat atau individu yang dirugikan.
Keempat, dengan demikian apabila sedini mungkin pembinaan kepada masyarakat secara rutin dan terpadu, kejadian seperti ini dapat diantisipasi dengan baik. Kelima, contoh di bidang keagamaan  secara rutin dapat dilakukan pertemuan antarumat beragama  dengan cara ’’doa bersama’’. Kemudian kegiatan -kegiatan kepemudaan melalui kesenian dan olahraga dengan melibatkan organisasi kepemudaan.
    Dari uraian di atas, dapat disimpulkan empat poin. Pertama,  dari makna budaya suku, etnis, dan kepercayaan yang berbeda, masyarakat Lampung dapat menerima saudara-saudaranya dari suku lain sesuai dengan falsafah. Antara lain, nemui nyimah dan Sakai Sambayan yang terdapat dalam budaya Lampung. Namun , bisa terjadi hal-hal yang sangat frontal apabila harga diri penduduk asli merasa terhina sesuai dengan falsafah Lampung phiil pesengiri (harga diri).
Masyarakat pendatang tidak lagi menghargai nilai-nilai kultural dan adat istiadat warga setempat. Kedua, harapan kita semua agar masyarakat Lampung  yang heterogen ini dapat saling  menghargai perbedaan yang ada dalam masyarakat. Baik etnis, budaya, maupun kepercayaan masing-masing yang ada dalam masyarakat.
Sehingga, rasa ’’nasionalisme’’, kebersamaan, dan kehidupan bernegara yang terukir dalam Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 sebagai pengikat persatuan dan kesatuan yang merupakan bagian dari dasar negara kita ’’Pancasila’’ dapat diwujudkan  dan dirasakan  dalam kehidupan masyarakat kita. Ketiga, perdamaian yang dilakukan semua pihak harus menyertakan seluruh masyarakat  hingga grass root (akar rumput). Bukan pada tataran elite dan tokoh-tokohnya saja. Dan bukan hanya formalitas belaka. Sehingga, semua elemen masyarakat harus mematuhi perdamaian yang difasilitasi pemda dan aparat keamanan. Keempat, perdamaian yang dilakukan bisa dalam bentuk saling angkat saudara (seangkhoan) dengan memotong kerbau, dan tidak ada dendam kesumat di antara pihak-pihak yang berkonflik. (*)

1 komentar:

  1. Titanium Angle - The Best Titanium Flat Iron Bets - Tinium
    Discover a solid base 메이피로출장마사지 and 2017 ford fusion energi titanium find new uses for titanium 출장안마 fixed betting. Our titanium tips are designed for high rollers that ion titanium hair color will have no apple watch 6 titanium cost.

    BalasHapus

Jika Anda Menyukai Artikel ini Mohon Klik Like di Bawah ini:

Komentar: